Sabtu, 29 Agustus 2015

Pukulan Mematikan Karate Kyokushin



       Kali ini aku akan berbagi pengalaman hidup setelah kehilangan keluarga, kekasih, dan harta benda. Memang sulit menjalani hidup sendiri tanpa seorangpun disamping kita. Akan tetapi, bukan saatnya mengeluh dengan takdir tapi saatnya untuk bangkit dari keterpurukan. Sejak pemakaman ayahku aku memutuskan untuk menjual seluruh barang yang ada di kontrakan rumahku karena aku berniat merantau kemanapun kaki melangkah. Dari hasil penjualan barang aku memperoleh uang sebesar 6,8 juta, lumayan untuk tambahan modal hidup merantau. Sebagian barang yang kiranya nilai jualnya rendah aku berikan kepada tetangga kontrakan ataupun orang tak mampu di sekitar kontrakan lamaku itu. Sedangkan, ijazah keluarga dan ijazahku semuanya aku bakar. Aku kuliah mendapatkan gelar sarjana itu untuk membanggakan orang tua, pasangan, ataupun keluarga besar, karena semuanya telah tiada buat apa lagi semua itu aku pertahankan. Saat ini aku benar-benar akan memulai hidup yang baru dari awal. Aku pamitan dengan pemilik rumah kontrakan. Saat itu ibu pemilik kontrakan memeluk tubuhku sambil meneteskan air mata, aku cukup terharu tapi aku telah berjanji di depan makam orang tuaku untuk tidak menangis lagi apapun alasannya. Aku segera meninggalkan kontrakan itu dan menuju Jakarta menggunakan angkutan umum. Aku sendiri tak tahu mau kemana yang terpenting sampai Jakarta dulu baru dari situ aku pikirkan kembali harus kemana. 

       Pada sore hari aku tiba di terminal dan langsung menaiki angkutan kota. Bukan karena aku sudah mengerti tujuan perjalananku tapi aku sebenarnya asal naik angkot saja. Hingga waktu malam aku tak kunjung turun dari angkot tersebut. Sopir angkot itu juga mempertanyakan tujuanku. Sopir itu kaget ketika mengetahui aku tak punya tujuan, namun karena sopir itu merasa kasihan mungkin dia mengajakku kerumahnya. Aku sangat bersyukur setidaknya langkahku selanjutnya bisa dipikirkan di rumah sopir angkot itu. Sopir angkot itu bernama Nurdin tapi di kampungnya di panggil Babe Nurdin. Sosok yang di segani di kampungnya juga di kenal sebagai Jawara. Jujur aku bingung sebenarnya apa itu Jawara. Baru kali ini aku mendengar sebutan itu, tapi meskipun tak di jelaskan secara rinci aku sedikit mulai mengerti selama disana. Istrinya Babe Nurdin bernama Titin tapi sering di panggil Enyak Titin. Keluarga mereka sangat baik meskipun belum mengenal aku lebih jauh. Selama disana aku tidur di kamar anak laki-lakinya yang saat itu sedang bekerja di Kalimantan. Sedangkan Babe dan Enyak tinggal dirumah bertiga bersama anak gadisnya bernama Ratna. Ratna saat itu masih duduk di bangku SMK jurusan Akuntansi, ia juga merupakan gadis yang ramah. Sambutan hangat keluarga itu mengingatkanku pada keluargaku saat dulu. Senyum dan Tawa selalu menghiasi setiap waktu di rumah itu membuat aku nyaman berada di tengah mereka.

       Pada malam hari aku mendengar suara gemuruh orang di halaman depan rumah babe, ternyata babe sedang melatih murid-muridnya silat sekitar 25 orang. Cukup ramai malam itu, kebetulan juga memang halaman rumah babe luas. Semangat remaja dan orang dewasa yang latihan silat cukup tinggi, aku menjadi kagum ketika melihatnya. Jurus silat yang di peragakan babe memang hebat dan menakjubkan apalagi ketika memperagakan jurus menggunakan golok seperti film kolosal zaman dulu begitu sangat keren. Di barisan wanita aku melihat sosok yang aku kenal, ternyata Ratna anaknya babe ikut berlatih bersama. Luar biasa kemauannya dalam menguasai seni bela diri tersebut. Setelah satu jam berlatih akhirnya babe mempersilahkan istirahat dan babe mendekatiku. Babe bercerita tentang pengalaman bela dirinya dan mempertanyakan tentangku. Babe senang mendengarkan pengalamanku yang antusias juga di bidang seni bela diri meskipun aku bukan silat yang di pelajari tetapi Karate. Babe juga mengatakan bahwa semua seni bela diri itu sangat baik jika di pelajari dengan sungguh-sungguh. Pada akhir latihan inilah yang aku tunggu-tunggu yaitu pertarungan anak silat. Seru juga melihat aksi mereka bertarung dengan tendangan dan pukulan yang sangat keras seperti Komite Karate Kyokushin saja, cuma bedanya saat pertarungan begitu tak di izinkan memukul bagian kepala. Karate Kyokushin memang di bolehkan memukul muka atau kepala tapi bagi yang sudah sabuk Hitam saja kalau masih putih sampai coklat belum di bolehkan, hehe. 

       Saat ini tiba giliran Ratna bertarung, gerakannya sungguh cepat dan bertenaga. Bakat yang mengalir dalam dirinya memang tak di ragukan. Sedang asik menyaksikan pertarungan itu tiba-tiba babe kedatangan tamu lima orang dari perguruan silat lain. Aku perhatikan dan dengarkan percakapan mereka ternyata ada permasalahan serius, muridnya babe menghajar anaknya orang itu sampai patah kaki. Jadi, demi menghindarkan perselisihan antar perguruan yang lebih luas jadi mereka sepakat mengadakan pertarungan persahabatan di perguruan babe pada malam minggu besok. Judulnya memang pertarungan persahabatan tapi aku pikir itu modus balas dendam saja. Semakin menarik sepertinya menonton pertarungan silat yang sesungguhnya malam minggu besok, hehe. Maklum baru kali ini aku bisa melihat pertarungan ahli bela diri silat. Malam semakin larut dan babe segera menutup latihan malam itu yang di akhiri dengan doa. 

       Malam itu babe bercerita kepadaku bahwa muridnya memang sudah melaporkan kejadian itu sebelumnya, masalahnya sepele memang karena urusan wanita. Pacar muridnya babe di dekatin terus dengan anak guru silat tadi meskipun di tolak tetap saja di ganggu hingga masalah jadi panjang dan berakhir pada perkelahian. Selama murid babe berada di jalan yang benar pasti selalu di bela sampai kapanpun. Sungguh guru yang luar biasa mau membela muridnya. 

       Esok harinya aku latihan karate di halaman rumah babe, di situ ada Sandbag untuk latihan juga. Hartaku yang paling berharga yang masih aku miliki hanyalah foto keluargaku dan yang sedang aku pakai yaitu Dogi (pakaian karate). Sandbag disini bagiku terlalu lunak jika di bandingkan dirumahku dulu yang isinya campuran pasir dan batu kerikil. Tapi lumayan untuk sekedar melatih ototku agar tak kaku, tak lupa aku melakukan “Kata Formal”. Setelah latihan cukup aku segera mandi tapi ternyata antri masih ada Ratna di kamar mandi. Jadi, aku menunggu di teras rumah sambil menikmati suasana pagi yang cerah. Tiba-tiba muncul Ratna sudah memakai seragam sekolah lalu cium tanganku pamitan berangkat menggunakan sepeda motor. Jujur aku kaget atas tindakan itu karena aku belum pernah ada gadis yang cium tanganku seperti itu. Baru pagi ini juga aku ketemu Ratna saat berangkat sekolah biasanya aku bangun kesiangan, haha. Pagi itu cukup cerah aku melihat babe membawa pakaian banyak ternyata mau ke pasar, karena sabtu minggu babe tidak narik angkot. Sebenarnya babe ini pemilik 7 angkot yang 6 lainnya di sewakan tiap hari menerima setoran. Cuma karena babe tak bisa berdiam diri santai jadi dia ikut nyupir angkot juga. Kali ini aku ikut ke pasar bersamanya untuk berdagang pakaian di tokonya. Sampai di pasar ternyata cukup ramai pedagang yang menjual pakaian bukan hanya satuan tapi juga Grosir. Pasar Tanah Abang rupanya orang menyebutnya. Toko babe cukup besar dan ramai dengan tiga karyawati dan satu karyawannya. Aku membantu membuka toko dan melayani pelanggan seharian ternyata seru juga. Ilmu psikologis yang aku peroleh selama kuliah dulu terpakai ternyata saat disini membuat konsumen yang tadinya keberatan membeli pakaian dengan harga yang di tetapkan menjadi bersedia membelinya.

       Sore hari telah tiba tak terasa berada di toko. Di sudut kanan aku melihat tiga preman yang meminta uang keamanan. Dengan rambut gondrong di penuhi Tatto membuat preman itu cukup sangar jika di pandang. Akan tetapi begitu sampai di toko babe mereka bertiga langsung menegur babe sambil menunduk-nunduk tak mengambil uang keamanan. Rupanya babe cukup di segani di kalangan Preman, haha. 

       Sesampai di rumah aku langsung mandi dan santai di depan rumah. Malam itu aku mendengarkan sebuah lantunan lagu tapi bukan berbahasa indonesia juga bukan bahasa daerah tersebut. Sungguh merdu suara babe, enyak, dan ratna yang beriringan melantunkannya. Aku perhatikan dengan seksama mereka sambil memegang sebuah kitab suci yang tak lain sebuah Alquran. Mereka sedang beribadah. Beberapa hari disini aku memang tak pernah ada ketika waktunya mereka sedang beribadah baru malam ini aku berkesempatan menyaksikannya. Meskipun aku tak mengerti maknanya namun hanya sekedar mendengarkannya saja membuat hatiku tenang dan tentram. 

       Setelah selesai ibadah Ratna segera belajar Bahasa Inggris di ruang keluarga, mungkin karena sulit jadi dia kesal sendiri. Jadi, aku segera menghampirinya dan mulai mengajarinya. Bahasa Indonesia, Bahasa Jepang, dan Bahasa Inggris adalah bahasa wajib yang harus di kuasai di kelauarga kami jadi jangan heran kalau aku sangat menguasainya. Waktu malam telah tiba sesuai kesepakatan antar Guru Silat kemarin akan di adakan pertarungan persahabatan malam ini semua pesilat sudah mulai berkumpul satu persatu. Babe segera memimpin muridnya untuk melakukan pemanasan sambil menunggu pesilat dari perguruan lain tersebut. 

       Setelah menunggu selama setengah jam akhirnya datang juga perguruan lain sebanyak 30 orang kurang lebih. Sepertinya yang di ajak banyak senior menggunakan sabuk berwarna putih sisanya sabuk berwarna-warni bersama satu orang yang di papah tongkat. Aku perhatikan di perguruan babe yang senior hanya ada tujuh orang saja sisanya remaja junior. Setelah bersalaman akhirnya mereka membentuk formasi berhadapan di sisi kanan dan sisi kiri. Sebelum pertarungan di mulai mereka saling memberikan sambutan dan membahas akar permasalahan mereka. Di lihat dari tampang perguruan lain itu mukanya penuh amarah dan dendam semua, sepertinya akan terjadi hal yang lebih dari ini. Aku mulai tersenyum semangat karena jika sampai mereka menyerang babe membabi buta sudah pasti aku turun tangan. Akan tetapi, hal itu belum ada tanda-tandanya masih bisa terkendali. Satu orang murid babe maju melawan murid dari perguruan lain itu. Serangan demi serangan di lancarkan oleh kedua pesilat tangguh tersebut hingga akhirnya tendangan telak mengenai rahang murid babe sampai terjatuh tak berdaya lagi. Rupanya pertarungan ini bukanlah pertarungan seperti biasa mereka latihan tapi ini murni perkelahian sebenarnya hanya saja dengan prosedur yang rapih. Murid babe di gotong ke luar arena untuk mendapat pertolongan. Aku lihat kondisi muridnya babe itu rupanya rahangnya patah dengan gigi lepas dua. Bukan main-main lagi rupanya niatnya memang untuk menghancurkan. Pertarungan kedua, murid babe lagi-lagi tumbang kali ini hidung berdarah dan kaki cidera. Pertarungan ketiga murid babe babak belur mukanya di hajar habis-habisan. Tampaknya pesilat perguruan itu di ajak yang memang sudah sangat terlatih dan berpengalaman di bidangnya. Kali ini pesilat yang maju adalah wanita, karena tak ada pesilat wanita yang tangguh selain Ratna jadi terpaksa Ratna harus maju demi kehormatan perguruan. Aku sedikit khawatir terhadap Ratna takut dia mengalami cidera serius juga tapi tampaknya kekhawatiranku di tepiskan olehnya dia berhasil mengalahkan lawannya dengan dua kali tendangan saja. Melihat kekalahan di pihak mereka tampaknya membuat mereka semakin geram. Di ajukan satu pesilat andalan perguruan mereka untuk melawan sekaligus tiga pesilat dari perguruan babe. Benar saja, hanya hitungan detik tiga murid babe langsung tumbang begitu saja. Murid andalan mereka itu bernama Japra yang di kenal sadis juga di takuti di kalangan preman kawasan Jakarta. Japra mulai menantang murid babe satu persatu namun sepertinya melihat senior silat mereka habis dikalahkan Japra dengan mudah membuat mental mereka menurun. Pada akhirnya justru babe yang di tantang bertarung olehnya. Demi harga diri tak mungkin babe menolak tantangan itu meskipun babe sedikit tak enak badan malam itu. Saat babe akan menuju arena pundak babe kutepuk. Babe melihat ke arahku dengan terkejut, aku larang babe untuk menghadapinya dengan kondisi badan seperti itu. Jadi aku meminta untuk menggantikannya, dengan celana karate dan kaos kesayangan yang bertulisan jepang aku sangat semangat ke arena pertarungan itu.

       Gurunya Japra menanyakan tentang siapa aku, aku hanya menjelaskan bahwa aku adalah murid babe yang juga jadi atlet silat waktu di Jepang, hahaha. Kami siap bertarung, tampaknya Japra mulai memasang kuda-kuda dan kembangan. Sedangkan aku memasang kuda-kuda “Zenkutsu” dengan kokohnya. Melihat kuda-kudaku yang berbeda mereka sedikit kaget tapi aku tak peduli soal itu yang aku pikirkan hanya bagaimana segera mengalahkan Japra dan selesai pertarungan dengan cepat. Serangan Japra sangat cepat sampai aku kewalahan menangkis dan menghindarinya. Tapi cukup sampai di situ aku mempelajari pola serangannya berikutnya aku yang kembali menyerang. Dengan serangan “Choku Zuki” berhasil mengenai Japra di susul dengan tendangan “Yoko Geri Keange” membuat Japra jatuh. Kaki Japra sudah cidera kini dia bangkit dengan sedikit pincang. Dalam Karate Kyokushin bukan hanya pukulan yang di latih memecahkan Batu Kali akan tetapi juga kaki selalu di latih dengan keras, target yang sering kutendang adalah batang pohon hingga kulitnya terkelupas. Jadi, jika mengenai kaki lawan sudah pasti patah jika tak terlatih dan cidera serius meskipun sudah terlatih. Saat ini pola serangan Japra mulai melambat dan mudah terbaca olehku dengan mudah aku balas dengan serangan kuat ke arah uluh hati, leher, dan dada kiri. Jangan coba bertarung dengan Karateka Kyokushin kalau tak siap terkena serangan yang mematikan, aku tak bisa menahan diri lagi jika sudah bertarung seperti ini. Meskipun tanganku belum seperti Ayah dan Kakak yang bisa memecahkan batu kali tapi tanganku sudah bisa membelahnya atau mematahkan batu kali tersebut jadi cukup kuat hanya mematahkan tulang orang. Pukulan ke uluh hati membuat dia merasa sakit keseluruh aliran darahnya, ke arah leher membuat dia sesak nafas, terakhir ke arah dada kiri yakni Jantungnya membuat lawan mati mendadak tapi kutahan pukulan terakhirku ke arah Jantungnya. Kecepatan dan Kekuatan pukulanku yang sekarang cukup mudah menghancurkan jantungnya sekali pukul tapi aku masih berpikir panjang. Japra tumbang dalam 15 menit pertarungan kami. Tampaknya Japra akan menghadapi kematian yang menyakitkan jika aku tetap diam seperti ini jadi kuputuskan untuk menolongnya. Dengan teknik tenaga dalam kuarahkan jariku ke uluh hatinya dan rongga antara leher dan rusuk lalu kesentakkan dengan teknik khusus yang hanya di pelajari di Karate. Akhirnya Japra kembali bernafas normal dan mulai keringat dinginnya hilang. Setelah menunggu kira-kira 10 menit barulah boleh dia diberikan air minum dan kembali normal lagi. Setelah pertarungan itu aku tantang kembali mereka siapa lagi yang mau maju tapi tak ada satupun yang berdiri dan maju ke arena. Aku hanya mengatakan kepada perguruannya Japra bahwa Kekerasan tak akan menyelesaikan masalah hanya menciptakan rantai kebencian yang baru. Sejak malam itu permasalahan mereka tak pernah di bahas lagi dan tak saling ganggu. Dalam seni bela diri setiap tindakan menentukan hasil tergantung bagaimana niat kita saja menjalaninya.

       Hari ini sudah seminggu aku merepotkan Babe Nurdin dan keluarganya dirumah, sudah saatnya aku merantau kembali dengan bekal informasi yang aku dapat dari babe. Sebenarnya babe menyuruh aku tinggal dirumahnya saja menjadi anak angkat dan bekerja di tokonya atau nyupir mobil miliknya tapi bagiku babe dan keluarganya sudah cukup banyak berbuat baik kepadaku jadi tak ingin lebih banyak lagi merepotkan. Aku akan tetap melanjutkan perjalananku menemui seseorang yang katanya babe memungkinkan membantu aku mencapai tujuanku. Pagi itu aku pamit dengan Babe Nurdin, Enyak Titin, dan Ratna. Aku tak mengerti ikatan singkat kami membuat mereka merasa kehilanganku terutama Ratna sampai menangis histeris melepas kepergianku. Tapi aku berjanji kepada mereka tak akan melupakannya dan pasti akan berkunjung kembali ketika tujuanku sudah tercapai.

       Aku sekarang menuju Cirebon ketempat seseorang yang di rekomendasikan babe kepadaku, tapi jujur aku belum pernah ke Cirebon jadi benar-benar bingung. Tapi kali ini aku sedikit lega karena di sampingku ada gadis menuju tempat yang sama. Dialah Dewi seorang Polwan yang akan menuju Polres Cirebon. Dia mengambil cuti untuk menghadiri resepsi pernikahan kakaknya disana tapi sekalian menitipkan suatu berkas kepada salah satu anggota di Polres Cirebon. Saat ini Dewi berpangkat Ipda, perwira muda lulusan Akpol ini memang memiliki segudang prestasi baik saat masih SMA maupun ketika sudah resmi menjadi Polwan. Dengan paras wajah cantik terlihat imut siapa sangka dia seorang Perwira Polisi, karena wajahnya seperti gadis SMA gitu. Akupun awalnya mengira dia adalah anak SMA namun ketika mengobrol lebih banyak akhirnya aku mengetahui semuanya. Selama di perjalanan aku mencari informasi dari Dewi tentang Kota Cirebon agar kelak disana aku sedikit tahu gambaran arah mana yang harus kutuju. Pemaparan Dewi sangat sistematis tak diragukan kecerdasannya. Dewi merupakan Atlet Kempo pemegang sabuk Hitam. Bagi dirinya bela diri itu seperti sahabat baginya yang membuat dirinya bisa sampai seperti saat ini menjadi seorang Polwan. Dewi berkata dalam ilmu bela diri Kempo selalu di pegang sebuah filosofi yaitu “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah Kelemahan, Kekuatan tanpa kasih sayang adalah Kedzaliman”. Jadi, antara Kekuatan dan Kasih Sayang harus di miliki. Sangat luar biasa melihat Atlet Kempo seperti Dewi ini. 

       Selama perjalanan kami berdua habiskan waktu untuk mengobrol dan bercanda seakan tak pernah habis bahan yang menjadi materi obrolan kami. Hal ini membuat tak terasa waktu berlalu hingga sampailah di tempat Tujuan. Kami turun bareng dari Bus tersebut namun disitu kami harus berpisah. Dewi di jemput oleh salah satu anggota Polri berpangkat Briptu menggunakan mobil polantas. Dewi hanya melambaikan tangan dan tersenyum saja denganku. Saat ini aku kembali fokus dengan tujuanku mencari seseorang disana. Aku lihat secarik kertas yang di berikan babe nurdin kepadaku itu sekali lagi, disitu tertulis nama Elang Syaiful beserta alamat lengkapnya. Berjam-jam mencari alamat akhirnya ketemu juga alamat yang dimaksud. Ternyata Elang Syaiful itu bukan bapak-bapak muda melainkan seorang kakek. Sejenak kami berbicara panjang lebar maksud dan tujuannya akhirnya aku disuruh kerumah Pak Joko. Tak jauh dari rumah Kakek tadi aku segera menemui Pak Joko yang tak lain merupakan Pengusaha Kaya yang memiliki kebun luas dan kerajinan Jati Ukir ternama.

       Awal mula perjalanan kelamku yang sesungguhnya ada disini. Aku mendaftar diri menjadi Bodyguard keluarga Pak Joko. Sejak pertama dirumah Babe Nurdin aku sudah menceritakan maksud dan tujuanku ini, karena melihat Potensiku yang juga ingin memperoleh banyak pengalaman jadi beliau merekomendasikanku kepadanya. Test pekerjaan ini cukup mudah hanya disuruh melawan beberapa anak buah dia yang tergolong jago berkelahi. Melihat potensiku mudah menjatuhkan anak buahnya tak banyak bicara aku resmi jadi Bodyguard keluarganya. Saat ini aku diposisikan sebagai Bodyguard anak gadisnya yang susah diatur. Maklum bagi seorang pengusaha besar pasti persaingan usaha akan menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawannya. Pak Joko memiliki empat orang Bodyguard untuk dirinya yang cukup pengalaman di bidangnya, sedangkan istrinya juga sudah ada dua orang Bodyguard pria dan wanita yang cukup terlatih. Kedua anaknya yang laki-laki tak membutuhkan Bodyguard karena memang mempunyai anak buah yang cukup banyak disisinya. Sedangkan anak bungsunya yang masih gadis tak ada lagi Bodyguardnya karena sebulan yang lalu tewas tertusuk pisau dan kasusnya masih dalam penyelidikan Polisi. Aku kira hal seperti ini hanya ada di Film Action tapi ternyata di dunia nyata memang benar ada.

       Malam itu aku dikenalkan pada anak gadisnya bernama Shelly anak kuliah semester satu Fakultas Hukum. Shelly merupakan gadis yang cantik, jutek, dan keras kepala. Mungkin karena orang tuanya terlalu memanjakannya jadi kelakuannya seperti itu. Ketika bertanya padaku nada suaranya Jutek dan ketika menjawab pertanyaanku nada suaranya Sengak. Untuk pertama kalinya dalam hidupku merasakan kesal dengan kelakuan wanita. Tapi demi pekerjaan ini aku harus lebih bersabar mengahadapinya. 

       Pagi hari akhirnya tiba untuk memulai pekerjaan yang baru bersama gadis jutek di dekatku. Aku segera memanaskan mobil untuk mengantar Shelly ke kampus. Satu masalah besar datang, aku tak paham jalan di Cirebon. Setelah siap kami berdua berangkat menuju Kampus dengan segala pertanyaan tentang arah jalan akhirnya sampai juga di Kampus. Muka Shelly tampak kusut karena ku banyak bertanya terhadapnya jadi mulai kesal dan emosi dia. Tapi biarlah yang penting sekarang aku sudah tahu jalan setidaknya tahu satu jalan ke kampus, haha. Ternyata aku harus menanti sampai Shelly selesai kuliah jadi aku menunggu di tempat jualan es cendol dekat parkiran mobil. Aku tak seperti Bodyguard Pak Joko yang memakai Pakaian Safari saat bertugas tetapi aku memakai pakaian kasual dengan celana Levis dan kaos oblong bewarna putih. Seperti masa-masa aku kuliah dulu gitu. Tak lama dari arah kejauhan aku melihat Shelly bersama tiga rekannya, luar biasa mereka semua tak kalah cantik dengan Shelly. Begitu bertemu denganku serentak aku di kira pacar shelly. Tapi satu hal yang membuat aku menjadi salah tingkah ketika teman-temannya mengatakan aku sangat tampan seperti Aktor Jepang. Memang aku masih keturunan Jepang meskipun blesteran juga, hahaha. Mereka berempat minta di antarkan menuju Mall untuk belanja. Hal yang paling membosankan dalam hidup yaitu ketika menemani wanita belanja pasti ribet. Aku seorang Bodyguard tak ada tantangan sama sekali ketika mengawal seseorang ke Mall. Aku lebih suka jika mengawal ke tempat rawan jadi ada tantangan. Maklumlah aku sudah kangen memukul orang lagi. 

       Aku terkejut melihat mereka tak ada malu-malu atau segan terhadapku meskipun baru kenal beberapa jam mereka seperti menganggapku sudah kenal bertahun-tahun. Mereka menggandeng tanganku di kanan dan kiri sambil bermanja-manja hanya Shelly saja yang tampaknya masih terlihat Jutek terhadapku. Mereka belanja banyak maklum mereka semua anak orang kaya. Rini anak seorang Direktur Perusahaan besar, Chika anak Anggota Dewan, dan Nia anak seorang Hakim. Mereka berempat memang sudah bersahabat sejak SMA bahkan saat kuliah juga mengambil jurusan yang sama yaitu Hukum. Diantara mereka yang paling agresif adalah Chika, seolah aku ini pacarnya sampai di belikan pakaian dan jam tangan juga. Aku tak enak juga jika menolaknya pasti kecewa jadi dengan senang hati aku terima. Setelah puas belanja dan makan kami segera pulang dan mengantarkan teman-temannya Shelly pulang berhubung mereka sudah janjian jadi teman-temannya sengaja tak membawa kendaraan. 

       Kini aku dan shelly hanya berdua dalam mobil menuju rumah, tapi setelah melewati hari ini tampaknya Shelly mulai sedikit berubah mau tersenyum dan tidak pasang muka jutek lagi. Dia juga berterima kasih padaku telah menemaninya untuk hari ini. Sampai dirumah aku segera mandi dan istirahat agar besok tidak mengantuk saat bekerja.

       Pagi hari buta seperti biasa aku berlatih Karate Kyokushin, kebetulan di halaman samping rumah banyak Bata, Batu, dan Papan bekas bangunan yang sudah tak terpakai. Aku bisa bebas menghancurkannya sebagai latihan fisikku. Aku masih jauh dari kemampuan Ayah dan Kakak maka aku harus melampauinya. Tendangan terbaikku “Mae Geri” akhirnya bisa memecahkan papan tebal dan tumpukan batu bata. Lumayan sudah ada perkembangan yang lebih baik daripada sebelumnya. Ototku semakin kencang saja, meskipun aku tak pernah fitnes tapi dengan latihan Fisik Karate Kyokushin membuat tubuhku menjadi Sixpact. Setelah latihan aku segera mandi dan sarapan menunggu instruksi Pak Joko. Karena hari ini Shelly libur kuliah dan tak ada agenda bepergian jadi aku juga dirumah menunggu instruksi Pak Joko. Hari ini Pak Joko rupanya ada masalah serius mengenai lahan miliknya yang di patok warga kampung sebelah sebagai lahannya. Tentu saja Pak Joko marah namun rupanya warga itu yang mempunyai puluhan Massa merasa Pak Joko tak berani berbuat apa-apa. Pak Joko mengumpulkan semua anak buahnya yang pria dan mengajak keempat Bodyguardnya menuju lahan sengketa itu. Karena aku merasa bosan di rumah terlebih lagi aku mendengar hal menarik yang mengarah pada pertarungan jadi aku memutuskan untuk ikut. Awalnya Pak Joko melarangku untuk ikut namun karena aku sedikit memaksa akhirnya di izinkan juga.

       Kami berjumlah sekitar 27 orang menuju ke lokasi dengan bersenjatakan kayu. Tepat di lahan sengketa sudah di tunggu warga yang berjumlah 30 orang lebih, tampaknya akan terjadi perang ini. Pak Joko menunjukkan bukti surat tanah soal itu namun tampaknya negosiasi itu tak berguna. Warga langsung menyerang kami dengan kayu dan senjata tajam, namun pihak kami juga melakukan perlawanan. Aku berada di depan Pak Joko sementara Bodyguardnya Melindungi dirinya dari berbagai sisi Belakang, Kanan, Kiri, dan Depan. Dari arah kanan ada yang akan memukul Pak Joko tapi di patahkan serangannya oleh Bodyguardnya yang bernama Asep. Ternyata kemampuan Bodyguardnya cukup hebat juga tak asal pilih rupanya Pak Joko itu ketika menyeleksi. Sedang asik melihat aksi Bodyguard Pak Joko tiba-tiba ada orang yang mulai menyabet pedang ke arahku dan langsung mundur dengan reflek mengindarinya. Dahsyat, serangan itu kearah leherku sungguh berniat membunuh lawannya ternyata para warga itu. Amarahku mulai memuncak akibat serangan itu, langsung kulancarkan serangan ke jidat kepalanya sampai bunyi tulang kepala remuk bercucuran darah. Kali ini aku tak menahan diri lagi ini sudah menjadi pertarungan hidup mati bagiku. Serangan berikutnya menggunakan balok kayu langsung kutendang saja kayu tersebut dengan “Yoko Geri” hingga patah lalu ku tendang menggunakan “Mawasi Geri” kerusuknya sampai patah, ada yang ingin menyerang dari belakang reflek kakiku melakukan “Usiro Geri” ke lehernya hingga jatuh tersungkur. Aku kira lehernya patah karena bunyinya seperti tulang patah. Aku tak peduli soal nyawa mereka karena aku tak ada pilihan, ketika orang lain ingin membunuhku maka aku harus membunuhnya terlebih dahulu.

       Sebanyak tujuh orang sudah kujatuhkan dengan Fatal, namun aku belum tahu apakah korbanku tewas atau tidak. Rupanya kerusuhan ini ada yang melaporkannya dan Polisi segera datang ke lokasi untuk mengamankan situasi. Pihak warga banyak korban sekitar 20 orang yang kritis sedangkan dari pihak kami terdapat 8 orang kritis akibat sabetan senjata tajam dan tertusuk pisau di pinggang. Kami semua di amankan oleh Polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Tak lama dari itu Kakeknya Shelly yang merupakan ayahnya Pak Joko datang ke kantor polisi masih menggunakan Seragam TNI berpangkat Kolonel. Tak kusangka Pak Joko adalah anak dari seorang Perwira TNI. Ternyata hubungan mereka memang tak baik sejak lama. Setelah di usut selama berjam-jam di kantor akhirnya kami pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan aku memikirkan kejadian tadi yang sangat menegangkan tapi seru. Rasa takut sedikitpun sudah tak ada dalam diriku jadi situasi apapun yang berbahaya sekalipun aku selalu tenang menghadapinya. Mendengar cerita para Bodyguard selama di perjalanan seru juga tentang apa saja yang di lakukan mereka selama perang tadi, ada yang menusuk pisau ke punggung korbannya, ada juga yang mematahkan tangan lawan, dan ada juga memukul kepala lawannya menggunakan kayu. Salah satu dari Bodyguard Pak Joko ada yang terkena tusukan pisau di pinggang bagian belakang dan sekarang masih berada di Rumah Sakit.

       Kejadian itu membuat aku semakin semangat berlatih Karate Kyokushin karena Kemampuan bela diri pasti banyak manfaatnya kelak. Kejadian itu untungnya tak di dengar oleh wartawan jadi semuanya bisa di selesaikan dengan cepat hanya kami, warga kampung sebelah, dan polisi yang tahu. Sejak hari itu semuanya berjalan baik-baik saja.

       Hari ini sudah sebulan aku menjalani profesiku sebagai Bodyguard anak bos, saatnya menerima gaji. Sejak awal aku tak pernah membahas mengenai Salary yang terpenting di terima  bekerja terlebih dahulu. Aku menerima amplop gaji yang lumayan tebal berikut rinciannya. Aku terkejut karena di luar perkiraanku, aku mengira kerjaan seperti ini hanya di gaji sekitar 3 juta saja tapi ternyata aku di gaji sebesar 6,4 juta. Angka yang sangat besar bagiku. Memang Pak Joko usahanya sangat makmur tiap bulan penghasilannya bisa mencapai puluhan juta bahkan ratusan juta jadi untuk menggaji karyawannya di atas rata-rata itu bukan hal yang membebani baginya. Pak Joko merupakan Bos yang baik, seluruh biaya pengobatan akibat perang kemarin semua di tanggung beliau juga di tambah uang sakit yang lumayan besar. Hal ini yang membuat anak buahnya sangat setia pada Pak Joko bahkan rela berkorban demi dirinya. Aku off kerja setiap hari Minggu sedangkan Sabtu tergantung instruksi Pak Joko saja. Minggu ceria saatnya aku untuk bermain dan belanja apa yang ingin kubeli dengan gaji pertamaku,haha. Pagi itu aku berpamitan dengan Pak Joko dan Istrinya tapi tiba-tiba Shelly datang dan ingin ikut aku main. Orang tua shelly tak pernah sanggup melihat kekecewaan shelly jadi apa yang di inginkan terpaksa di penuhi. Awalnya aku ingin berjalan naik motor minjam kawan karyawan kebun Pak Joko tapi karena Shelly ingin ikut jadi aku disuruh bawa mobil saja. Dengan senang hati kami berangkat main tapi karena hari ini milikku jadi Shelly ingin mengikuti aku kemana saja. Aku ingin ke pantai karena sudah lama tak pernah melihat pantai, dengan tujuan ini ternyata Shelly sangat antusias ikut denganku.

       Beberapa jam berkendara akhirnya sampai juga di pantai kejawanan, begitulah sebutan pantai ini bagi warga sekitar. Aku dan shelly bermain air di pantai yang dangkal. Sungguh menyenangkan berada di pantai yang sejuk seperti ini. Di pinggir pantai juga banyak berjualan makanan, kebetulan juga ada yang menjual Seafood jadi tak banyak bicara langsung aku pesan dua porsi. Rasa ikan, kepiting, dan udangnya memang menggugah rasa di lidah. Sungguh kenikmatan yang sudah lama tak aku rasakan lagi. 

       Hari mulai sore kami berdua meninggalkan pantai tersebut dan menuju area belanja. Aku ke toko pernak pernik yang biasa menjual pisau berbagai model. Namun, aku membeli beberapa Shuriken (bintang ninja) dan Pisau Lempar. Bagiku alat bela diri adalah tangan dan kakiku serta kepala namun dalam menghadapi situasi lawan yang menggunakan senjata api aku harus selalu siap menanggulanginya. Karate Kyokushin memang di fokuskan pada pertarungan tangan kosong tapi aku dan kakak juga tetap di ajarkan ayahku dulu menggunakan berbagai senjata tajam, tongkat, dan senjata api. Kakekku seorang Tentara Jepang yang terbaik di Angkatannya menjadi Sniper pada perang dunia II jadi segala kemampuan intelijen, menembak, dan bertahan hidup yang di miliknya diwariskan pada Ayahku dan kini telah di wariskan kepadaku. Saat masih SMA aku sudah cukup ahli menggunakan pistol revolver dan FN. Ketika aku kuliah sudah mampu menembak dengan tepat menggunakan Senapan Runduk OSV-96 lho. Semua di ajarkan ayah saat di Okinawa. Jadi meskipun tak menggunakan senjata api juga untuk melumpuhkan lawan yang menggunakan senjata api kita bisa menggunakan senjata tajam lempar. 

       Kami tiba dirumah pada pukul 21.00 dengan membawa berbagai belanjaan Shelly. Aku tak langsung tidur tapi menjahit pakaianku untuk di modifikasi agar bisa menyimpan senjata lempar yang tadi kubeli itu. Lemparan aku menggunakan pisau ataupun shuriken sudah terlatih sejak lama tapi jika kita melihat prosesnya sangat panjang. Aku saja baru bisa menguasai senjata lempar hingga mahir membutuhkan waktu dua tahun berlatih setiap hari. Waktu yang cukup lama bukan, tapi hasil memang tak akan menghianati proses. Jika ada kemauan pasti bisa di kuasai dengan baik. Prinsip keluarga kami adalah ketika berlatih sesuatu harus sampai tuntas di kuasai tidak boleh setengah jalan. Kini senjataku sudah rapih tersimpan dibalik celana levis dan jaketku jadi tak begitu khawatir lagi menghadapi lawan bersenjata api sekalipun. 

       Hari demi hari aku lewati dengan rasa nyaman bersama keluarga Pak Joko, tak terasa sudah 7 bulan berjalan. Akan tetapi, selama itu juga aku belum pernah bertemu kedua anak laki-lakinya Pak Joko. Mereka berdua memang jarang pulang karena bekerja yang jauh. Pada malam jumat tepatnya pukul 22.30 aku mendengar jeritan Shelly dari jauh, dengan cepat aku hampiri suara itu. Aku tinggal beberapa meter dari rumah Pak Joko dan langsung berlari ke arahnya. Aku melihat dengan cara mengendap-endap ada enam orang Pria berbadan besar menggunakan tutup muka semua menyerang Pak Joko dan Istrinya dan menyandera Shelly. Aku lihat beberapa karyawan kebun Pak Joko sudah terkapar penuh darah sedangkan Tiga Bodyguard Pak Joko sudah posisi terikat dengan luka lebam dan berdarah di mukanya. Salah satu dari mereka membuka tutup muka dan ternyata pemimpinnya tidak lain Pak Beni pesaing bisnis Pak Joko. Konon ceritanya usaha Pak Beni mengalami kemunduran hampir bangkrut karena banyak pelanggannya beralih kerja sama dengan Pak Joko. Dendam inilah yang sepertinya pemicu perkara ini. Pak Beni mengeluarkan sepucuk senjata api ke arah leher Pak Joko sambil menghajarnya. Sementara itu Pak Beni menyuruh anak buahnya memperkosa Shelly di depan mata orang tuanya. Emosiku langsung meningkat yang ada di pikiranku hanyalah membunuh mereka semua. Aku ambil langkah yang tepat, ku cabut suriken dan pisau lemparku dengan cepat ku lempar kearah kepala Pak Beni. Karena Pak Beni bergerak jadi pisauku menancap di bahu kanan nya tapi tetap menjatuhkan pistol di genggamannya. Lalu shuriken ku lemparkan lagi ke arah salah satu pemuda yang mendekati Shelly tadi. Dengan cepat aku lakukan serangan sekuat tenaga kekaki pelaku hingga patah, seranganku tanpa henti kehantamkan semua pukulan dan tendanganku terhadap semua lawanku hingga bersimbah darah. Melihat anak buahnya sudah terkapar semuanya Pak Beni melarikan diri tapi tak aku kejar karena aku ingin menyelamatkan Pak Joko terlebih dahulu dengan melepaskan ikatan talinya. Ketiga Bodyguard Pak Joko segera bangun dan mengikat para pelaku dengan tali. Dengan nada emosi Pak Joko memerintahkanku untuk mengejar Pak Beni dan membunuhnya. Karena aku juga khawatir Pak Beni akan kembali lagi untuk balas dendam maka perintah itu aku turuti tanpa pikir panjang. Aku sangat takut juga jika Shelly sampai di perkosa seperti apa yang akan dilakukan mereka tadi terhadapnya. Aku kejar Pak Beni sampai di dekat hutan. Fisikku jauh lebih terlatih daripada dirinya untuk urusan lari berjam-jam sudah sering kulakukan beda dengannya yang sudah lelah berlari jauh. Aku dekatkan dia dengan niat membunuh. Pak Beni terus memohon ampun kepadaku dan akan membayarku tiga kali lipat bahkan sepuluh kali lipat dari bayaran Pak Joko. Langsung saja ku tendang “Mae Geri” keperutnya dan kupegang kepalanya dari belakang, ku tarik nafas panjang lalu kupatahkan lehernya dengan brutal hingga keluar darah dari hidung dan mulutnya. Pembunuhan pertama yang sengaja aku lakukan ketika bukan sedang pertarungan mematikan. Kebetulan hutan tempat aku membunuh Pak Beni dekat dengan sungai, kubuang saja mayatnya tak lupa ku ambil kalung yang identik dengannya.

       Aku kembali kerumah Pak Joko dan memberikan kalung Pak Beni tadi. Aku menceritakan bahwa aku telah membunuhnya dngan cara tragis. Sementara itu anak buah Pak Beni tak ada satupun yang tewas. Masalah belum cukup sampai disini, ini kasus pembunuhan tunggal yang aku lakukan. Antara senang atau sedih Pak Joko berpikir sejenak dan menyuruhku untuk melarikan diri jika mau atau tetap tinggal disini bertanggung jawab bersama. Pak Joko bersedia bertanggungjawab juga terlebih dia yang memerintahkanku untuk membunuhnya. Jika aku membunuh di rumah Pak Joko saat kejadian berlangsung mungkin aku tak begitu khawatir karena ada alasan pembenar membela diri dan kehormatan tapi faktanya aku membunuh di tempat lain atau sengaja ingin membunuhnya. Aku tak ingin melihat Shelly sedih jika harus melihat Ayahnya di penjara jadi aku putuskan untuk melarikan diri sendiri dan menanggung beban ini sendiri. Shelly memeluk erat sambil menangis, dia tak rela aku pergi dan menanggung semua beban ini sendiri. Tapi aku tak menyesal karena sudah menyelamatkan keluarga ini terlebih lagi kehormatan Shelly masih terlindungi. Pak Joko masuk ke dalam rumah sejenak dan begitu keluar dia memberikanku amplop coklat yang berisi uang cukup banyak untuk bekal di jalan. Pak Joko juga memberikan alamat sahabatnya untuk pelarianku yaitu di Palembang. Perjalananku selanjutnya menuju dunia yang semakin kelam sudah di depan mata. Kasih sayang terhadap seseorang tak bisa di nilai dengan uang ataupun nyawa sekalipun, ketika kita memiliki kasih sayang terhadap seseorang maka apapun pasti kita lakukan. Selamat Tinggal Jawa ... Selamat Datang Sumatera... Tunggu Pengalamanku Selanjutnya!

2 komentar: