Kali ini aku akan
berbagi pengalaman hidup setelah kehilangan keluarga, kekasih, dan harta benda.
Memang sulit menjalani hidup sendiri tanpa seorangpun disamping kita. Akan
tetapi, bukan saatnya mengeluh dengan takdir tapi saatnya untuk bangkit dari
keterpurukan. Sejak pemakaman ayahku aku memutuskan untuk menjual seluruh
barang yang ada di kontrakan rumahku karena aku berniat merantau kemanapun kaki
melangkah. Dari hasil penjualan barang aku memperoleh uang sebesar 6,8 juta,
lumayan untuk tambahan modal hidup merantau. Sebagian barang yang kiranya nilai
jualnya rendah aku berikan kepada tetangga kontrakan ataupun orang tak mampu di
sekitar kontrakan lamaku itu. Sedangkan, ijazah keluarga dan ijazahku semuanya
aku bakar. Aku kuliah mendapatkan gelar sarjana itu untuk membanggakan orang
tua, pasangan, ataupun keluarga besar, karena semuanya telah tiada buat apa
lagi semua itu aku pertahankan. Saat ini aku benar-benar akan memulai hidup
yang baru dari awal. Aku pamitan dengan pemilik rumah kontrakan. Saat itu ibu
pemilik kontrakan memeluk tubuhku sambil meneteskan air mata, aku cukup terharu
tapi aku telah berjanji di depan makam orang tuaku untuk tidak menangis lagi
apapun alasannya. Aku segera meninggalkan kontrakan itu dan menuju Jakarta
menggunakan angkutan umum. Aku sendiri tak tahu mau kemana yang terpenting
sampai Jakarta dulu baru dari situ aku pikirkan kembali harus kemana.
Pada sore hari aku tiba
di terminal dan langsung menaiki angkutan kota. Bukan karena aku sudah mengerti
tujuan perjalananku tapi aku sebenarnya asal naik angkot saja. Hingga waktu
malam aku tak kunjung turun dari angkot tersebut. Sopir angkot itu juga
mempertanyakan tujuanku. Sopir itu kaget ketika mengetahui aku tak punya
tujuan, namun karena sopir itu merasa kasihan mungkin dia mengajakku
kerumahnya. Aku sangat bersyukur setidaknya langkahku selanjutnya bisa
dipikirkan di rumah sopir angkot itu. Sopir angkot itu bernama Nurdin tapi di
kampungnya di panggil Babe Nurdin. Sosok yang di segani di kampungnya juga di
kenal sebagai Jawara. Jujur aku bingung sebenarnya apa itu Jawara. Baru kali
ini aku mendengar sebutan itu, tapi meskipun tak di jelaskan secara rinci aku
sedikit mulai mengerti selama disana. Istrinya Babe Nurdin bernama Titin tapi
sering di panggil Enyak Titin. Keluarga mereka sangat baik meskipun belum
mengenal aku lebih jauh. Selama disana aku tidur di kamar anak laki-lakinya
yang saat itu sedang bekerja di Kalimantan. Sedangkan Babe dan Enyak tinggal
dirumah bertiga bersama anak gadisnya bernama Ratna. Ratna saat itu masih duduk
di bangku SMK jurusan Akuntansi, ia juga merupakan gadis yang ramah. Sambutan
hangat keluarga itu mengingatkanku pada keluargaku saat dulu. Senyum dan Tawa
selalu menghiasi setiap waktu di rumah itu membuat aku nyaman berada di tengah
mereka.
Pada malam hari aku
mendengar suara gemuruh orang di halaman depan rumah babe, ternyata babe sedang
melatih murid-muridnya silat sekitar 25 orang. Cukup ramai malam itu, kebetulan
juga memang halaman rumah babe luas. Semangat remaja dan orang dewasa yang latihan
silat cukup tinggi, aku menjadi kagum ketika melihatnya. Jurus silat yang di
peragakan babe memang hebat dan menakjubkan apalagi ketika memperagakan jurus
menggunakan golok seperti film kolosal zaman dulu begitu sangat keren. Di
barisan wanita aku melihat sosok yang aku kenal, ternyata Ratna anaknya babe
ikut berlatih bersama. Luar biasa kemauannya dalam menguasai seni bela diri
tersebut. Setelah satu jam berlatih akhirnya babe mempersilahkan istirahat dan
babe mendekatiku. Babe bercerita tentang pengalaman bela dirinya dan
mempertanyakan tentangku. Babe senang mendengarkan pengalamanku yang antusias
juga di bidang seni bela diri meskipun aku bukan silat yang di pelajari tetapi
Karate. Babe juga mengatakan bahwa semua seni bela diri itu sangat baik jika di
pelajari dengan sungguh-sungguh. Pada akhir latihan inilah yang aku
tunggu-tunggu yaitu pertarungan anak silat. Seru juga melihat aksi mereka
bertarung dengan tendangan dan pukulan yang sangat keras seperti Komite Karate
Kyokushin saja, cuma bedanya saat pertarungan begitu tak di izinkan memukul
bagian kepala. Karate Kyokushin memang di bolehkan memukul muka atau kepala
tapi bagi yang sudah sabuk Hitam saja kalau masih putih sampai coklat belum di
bolehkan, hehe.
Saat ini tiba giliran
Ratna bertarung, gerakannya sungguh cepat dan bertenaga. Bakat yang mengalir
dalam dirinya memang tak di ragukan. Sedang asik menyaksikan pertarungan itu
tiba-tiba babe kedatangan tamu lima orang dari perguruan silat lain. Aku
perhatikan dan dengarkan percakapan mereka ternyata ada permasalahan serius,
muridnya babe menghajar anaknya orang itu sampai patah kaki. Jadi, demi
menghindarkan perselisihan antar perguruan yang lebih luas jadi mereka sepakat
mengadakan pertarungan persahabatan di perguruan babe pada malam minggu besok.
Judulnya memang pertarungan persahabatan tapi aku pikir itu modus balas dendam
saja. Semakin menarik sepertinya menonton pertarungan silat yang sesungguhnya
malam minggu besok, hehe. Maklum baru kali ini aku bisa melihat pertarungan
ahli bela diri silat. Malam semakin larut dan babe segera menutup latihan malam
itu yang di akhiri dengan doa.
Malam itu babe
bercerita kepadaku bahwa muridnya memang sudah melaporkan kejadian itu
sebelumnya, masalahnya sepele memang karena urusan wanita. Pacar muridnya babe
di dekatin terus dengan anak guru silat tadi meskipun di tolak tetap saja di
ganggu hingga masalah jadi panjang dan berakhir pada perkelahian. Selama murid
babe berada di jalan yang benar pasti selalu di bela sampai kapanpun. Sungguh
guru yang luar biasa mau membela muridnya.
Esok harinya aku
latihan karate di halaman rumah babe, di situ ada Sandbag untuk latihan juga.
Hartaku yang paling berharga yang masih aku miliki hanyalah foto keluargaku dan
yang sedang aku pakai yaitu Dogi (pakaian karate). Sandbag disini bagiku
terlalu lunak jika di bandingkan dirumahku dulu yang isinya campuran pasir dan
batu kerikil. Tapi lumayan untuk sekedar melatih ototku agar tak kaku, tak lupa
aku melakukan “Kata Formal”. Setelah latihan cukup aku segera mandi tapi
ternyata antri masih ada Ratna di kamar mandi. Jadi, aku menunggu di teras
rumah sambil menikmati suasana pagi yang cerah. Tiba-tiba muncul Ratna sudah
memakai seragam sekolah lalu cium tanganku pamitan berangkat menggunakan sepeda
motor. Jujur aku kaget atas tindakan itu karena aku belum pernah ada gadis yang
cium tanganku seperti itu. Baru pagi ini juga aku ketemu Ratna saat berangkat
sekolah biasanya aku bangun kesiangan, haha. Pagi itu cukup cerah aku melihat
babe membawa pakaian banyak ternyata mau ke pasar, karena sabtu minggu babe
tidak narik angkot. Sebenarnya babe ini pemilik 7 angkot yang 6 lainnya di
sewakan tiap hari menerima setoran. Cuma karena babe tak bisa berdiam diri
santai jadi dia ikut nyupir angkot juga. Kali ini aku ikut ke pasar bersamanya
untuk berdagang pakaian di tokonya. Sampai di pasar ternyata cukup ramai
pedagang yang menjual pakaian bukan hanya satuan tapi juga Grosir. Pasar Tanah
Abang rupanya orang menyebutnya. Toko babe cukup besar dan ramai dengan tiga
karyawati dan satu karyawannya. Aku membantu membuka toko dan melayani
pelanggan seharian ternyata seru juga. Ilmu psikologis yang aku peroleh selama
kuliah dulu terpakai ternyata saat disini membuat konsumen yang tadinya
keberatan membeli pakaian dengan harga yang di tetapkan menjadi bersedia
membelinya.
Sore hari telah tiba
tak terasa berada di toko. Di sudut kanan aku melihat tiga preman yang meminta
uang keamanan. Dengan rambut gondrong di penuhi Tatto membuat preman itu cukup
sangar jika di pandang. Akan tetapi begitu sampai di toko babe mereka bertiga
langsung menegur babe sambil menunduk-nunduk tak mengambil uang keamanan.
Rupanya babe cukup di segani di kalangan Preman, haha.
Sesampai di rumah aku
langsung mandi dan santai di depan rumah. Malam itu aku mendengarkan sebuah
lantunan lagu tapi bukan berbahasa indonesia juga bukan bahasa daerah tersebut.
Sungguh merdu suara babe, enyak, dan ratna yang beriringan melantunkannya. Aku
perhatikan dengan seksama mereka sambil memegang sebuah kitab suci yang tak
lain sebuah Alquran. Mereka sedang beribadah. Beberapa hari disini aku memang
tak pernah ada ketika waktunya mereka sedang beribadah baru malam ini aku
berkesempatan menyaksikannya. Meskipun aku tak mengerti maknanya namun hanya
sekedar mendengarkannya saja membuat hatiku tenang dan tentram.
Setelah selesai ibadah
Ratna segera belajar Bahasa Inggris di ruang keluarga, mungkin karena sulit
jadi dia kesal sendiri. Jadi, aku segera menghampirinya dan mulai mengajarinya.
Bahasa Indonesia, Bahasa Jepang, dan Bahasa Inggris adalah bahasa wajib yang
harus di kuasai di kelauarga kami jadi jangan heran kalau aku sangat
menguasainya. Waktu malam telah tiba sesuai kesepakatan antar Guru Silat
kemarin akan di adakan pertarungan persahabatan malam ini semua pesilat sudah
mulai berkumpul satu persatu. Babe segera memimpin muridnya untuk melakukan
pemanasan sambil menunggu pesilat dari perguruan lain tersebut.
Setelah menunggu selama
setengah jam akhirnya datang juga perguruan lain sebanyak 30 orang kurang
lebih. Sepertinya yang di ajak banyak senior menggunakan sabuk berwarna putih
sisanya sabuk berwarna-warni bersama satu orang yang di papah tongkat. Aku
perhatikan di perguruan babe yang senior hanya ada tujuh orang saja sisanya
remaja junior. Setelah bersalaman akhirnya mereka membentuk formasi berhadapan
di sisi kanan dan sisi kiri. Sebelum pertarungan di mulai mereka saling
memberikan sambutan dan membahas akar permasalahan mereka. Di lihat dari
tampang perguruan lain itu mukanya penuh amarah dan dendam semua, sepertinya
akan terjadi hal yang lebih dari ini. Aku mulai tersenyum semangat karena jika
sampai mereka menyerang babe membabi buta sudah pasti aku turun tangan. Akan
tetapi, hal itu belum ada tanda-tandanya masih bisa terkendali. Satu orang
murid babe maju melawan murid dari perguruan lain itu. Serangan demi serangan
di lancarkan oleh kedua pesilat tangguh tersebut hingga akhirnya tendangan
telak mengenai rahang murid babe sampai terjatuh tak berdaya lagi. Rupanya
pertarungan ini bukanlah pertarungan seperti biasa mereka latihan tapi ini murni
perkelahian sebenarnya hanya saja dengan prosedur yang rapih. Murid babe di
gotong ke luar arena untuk mendapat pertolongan. Aku lihat kondisi muridnya
babe itu rupanya rahangnya patah dengan gigi lepas dua. Bukan main-main lagi
rupanya niatnya memang untuk menghancurkan. Pertarungan kedua, murid babe
lagi-lagi tumbang kali ini hidung berdarah dan kaki cidera. Pertarungan ketiga
murid babe babak belur mukanya di hajar habis-habisan. Tampaknya pesilat
perguruan itu di ajak yang memang sudah sangat terlatih dan berpengalaman di
bidangnya. Kali ini pesilat yang maju adalah wanita, karena tak ada pesilat
wanita yang tangguh selain Ratna jadi terpaksa Ratna harus maju demi kehormatan
perguruan. Aku sedikit khawatir terhadap Ratna takut dia mengalami cidera serius
juga tapi tampaknya kekhawatiranku di tepiskan olehnya dia berhasil mengalahkan
lawannya dengan dua kali tendangan saja. Melihat kekalahan di pihak mereka
tampaknya membuat mereka semakin geram. Di ajukan satu pesilat andalan
perguruan mereka untuk melawan sekaligus tiga pesilat dari perguruan babe.
Benar saja, hanya hitungan detik tiga murid babe langsung tumbang begitu saja.
Murid andalan mereka itu bernama Japra yang di kenal sadis juga di takuti di
kalangan preman kawasan Jakarta. Japra mulai menantang murid babe satu persatu
namun sepertinya melihat senior silat mereka habis dikalahkan Japra dengan
mudah membuat mental mereka menurun. Pada akhirnya justru babe yang di tantang
bertarung olehnya. Demi harga diri tak mungkin babe menolak tantangan itu
meskipun babe sedikit tak enak badan malam itu. Saat babe akan menuju arena
pundak babe kutepuk. Babe melihat ke arahku dengan terkejut, aku larang babe
untuk menghadapinya dengan kondisi badan seperti itu. Jadi aku meminta untuk
menggantikannya, dengan celana karate dan kaos kesayangan yang bertulisan
jepang aku sangat semangat ke arena pertarungan itu.
Gurunya Japra
menanyakan tentang siapa aku, aku hanya menjelaskan bahwa aku adalah murid babe
yang juga jadi atlet silat waktu di Jepang, hahaha. Kami siap bertarung,
tampaknya Japra mulai memasang kuda-kuda dan kembangan. Sedangkan aku memasang
kuda-kuda “Zenkutsu” dengan kokohnya. Melihat kuda-kudaku yang berbeda mereka
sedikit kaget tapi aku tak peduli soal itu yang aku pikirkan hanya bagaimana
segera mengalahkan Japra dan selesai pertarungan dengan cepat. Serangan Japra
sangat cepat sampai aku kewalahan menangkis dan menghindarinya. Tapi cukup
sampai di situ aku mempelajari pola serangannya berikutnya aku yang kembali
menyerang. Dengan serangan “Choku Zuki” berhasil mengenai Japra di susul dengan
tendangan “Yoko Geri Keange” membuat Japra jatuh. Kaki Japra sudah cidera kini
dia bangkit dengan sedikit pincang. Dalam Karate Kyokushin bukan hanya pukulan
yang di latih memecahkan Batu Kali akan tetapi juga kaki selalu di latih dengan
keras, target yang sering kutendang adalah batang pohon hingga kulitnya
terkelupas. Jadi, jika mengenai kaki lawan sudah pasti patah jika tak terlatih
dan cidera serius meskipun sudah terlatih. Saat ini pola serangan Japra mulai melambat
dan mudah terbaca olehku dengan mudah aku balas dengan serangan kuat ke arah uluh hati, leher, dan dada kiri. Jangan coba bertarung dengan Karateka
Kyokushin kalau tak siap terkena serangan yang mematikan, aku tak bisa menahan
diri lagi jika sudah bertarung seperti ini. Meskipun tanganku belum seperti
Ayah dan Kakak yang bisa memecahkan batu kali tapi tanganku sudah bisa
membelahnya atau mematahkan batu kali tersebut jadi cukup kuat hanya mematahkan
tulang orang. Pukulan ke uluh hati membuat dia merasa sakit keseluruh aliran
darahnya, ke arah leher membuat dia sesak nafas, terakhir ke arah dada kiri
yakni Jantungnya membuat lawan mati mendadak tapi kutahan pukulan terakhirku ke
arah Jantungnya. Kecepatan dan Kekuatan pukulanku yang sekarang cukup mudah
menghancurkan jantungnya sekali pukul tapi aku masih berpikir panjang. Japra
tumbang dalam 15 menit pertarungan kami. Tampaknya Japra akan menghadapi
kematian yang menyakitkan jika aku tetap diam seperti ini jadi kuputuskan untuk
menolongnya. Dengan teknik tenaga dalam kuarahkan jariku ke uluh hatinya dan
rongga antara leher dan rusuk lalu kesentakkan dengan teknik khusus yang hanya
di pelajari di Karate. Akhirnya Japra kembali bernafas normal dan mulai
keringat dinginnya hilang. Setelah menunggu kira-kira 10 menit barulah boleh
dia diberikan air minum dan kembali normal lagi. Setelah pertarungan itu aku
tantang kembali mereka siapa lagi yang mau maju tapi tak ada satupun yang
berdiri dan maju ke arena. Aku hanya mengatakan kepada perguruannya Japra bahwa
Kekerasan tak akan menyelesaikan masalah hanya menciptakan rantai kebencian
yang baru. Sejak malam itu permasalahan mereka tak pernah di bahas lagi dan tak
saling ganggu. Dalam seni bela diri setiap tindakan menentukan hasil tergantung
bagaimana niat kita saja menjalaninya.
Hari ini sudah seminggu
aku merepotkan Babe Nurdin dan keluarganya dirumah, sudah saatnya aku merantau
kembali dengan bekal informasi yang aku dapat dari babe. Sebenarnya babe
menyuruh aku tinggal dirumahnya saja menjadi anak angkat dan bekerja di tokonya
atau nyupir mobil miliknya tapi bagiku babe dan keluarganya sudah cukup banyak
berbuat baik kepadaku jadi tak ingin lebih banyak lagi merepotkan. Aku akan
tetap melanjutkan perjalananku menemui seseorang yang katanya babe memungkinkan
membantu aku mencapai tujuanku. Pagi itu aku pamit dengan Babe Nurdin, Enyak
Titin, dan Ratna. Aku tak mengerti ikatan singkat kami membuat mereka merasa
kehilanganku terutama Ratna sampai menangis histeris melepas kepergianku. Tapi
aku berjanji kepada mereka tak akan melupakannya dan pasti akan berkunjung
kembali ketika tujuanku sudah tercapai.
Aku sekarang menuju
Cirebon ketempat seseorang yang di rekomendasikan babe kepadaku, tapi jujur aku
belum pernah ke Cirebon jadi benar-benar bingung. Tapi kali ini aku sedikit
lega karena di sampingku ada gadis menuju tempat yang sama. Dialah Dewi seorang
Polwan yang akan menuju Polres Cirebon. Dia mengambil cuti untuk menghadiri
resepsi pernikahan kakaknya disana tapi sekalian menitipkan suatu berkas kepada
salah satu anggota di Polres Cirebon. Saat ini Dewi berpangkat Ipda, perwira
muda lulusan Akpol ini memang memiliki segudang prestasi baik saat masih SMA
maupun ketika sudah resmi menjadi Polwan. Dengan paras wajah cantik terlihat
imut siapa sangka dia seorang Perwira Polisi, karena wajahnya seperti gadis SMA
gitu. Akupun awalnya mengira dia adalah anak SMA namun ketika mengobrol lebih
banyak akhirnya aku mengetahui semuanya. Selama di perjalanan aku mencari informasi
dari Dewi tentang Kota Cirebon agar kelak disana aku sedikit tahu gambaran arah
mana yang harus kutuju. Pemaparan Dewi sangat sistematis tak diragukan
kecerdasannya. Dewi merupakan Atlet Kempo pemegang sabuk Hitam. Bagi dirinya
bela diri itu seperti sahabat baginya yang membuat dirinya bisa sampai seperti
saat ini menjadi seorang Polwan. Dewi berkata dalam ilmu bela diri Kempo selalu
di pegang sebuah filosofi yaitu “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah Kelemahan,
Kekuatan tanpa kasih sayang adalah Kedzaliman”. Jadi, antara Kekuatan dan Kasih
Sayang harus di miliki. Sangat luar biasa melihat Atlet Kempo seperti Dewi ini.
Selama perjalanan kami
berdua habiskan waktu untuk mengobrol dan bercanda seakan tak pernah habis
bahan yang menjadi materi obrolan kami. Hal ini membuat tak terasa waktu
berlalu hingga sampailah di tempat Tujuan. Kami turun bareng dari Bus tersebut
namun disitu kami harus berpisah. Dewi di jemput oleh salah satu anggota Polri berpangkat
Briptu menggunakan mobil polantas. Dewi hanya melambaikan tangan dan tersenyum
saja denganku. Saat ini aku kembali fokus dengan tujuanku mencari seseorang
disana. Aku lihat secarik kertas yang di berikan babe nurdin kepadaku itu
sekali lagi, disitu tertulis nama Elang Syaiful beserta alamat lengkapnya.
Berjam-jam mencari alamat akhirnya ketemu juga alamat yang dimaksud. Ternyata Elang
Syaiful itu bukan bapak-bapak muda melainkan seorang kakek. Sejenak kami
berbicara panjang lebar maksud dan tujuannya akhirnya aku disuruh kerumah Pak
Joko. Tak jauh dari rumah Kakek tadi aku segera menemui Pak Joko yang tak lain
merupakan Pengusaha Kaya yang memiliki kebun luas dan kerajinan Jati Ukir
ternama.
Awal mula perjalanan
kelamku yang sesungguhnya ada disini. Aku mendaftar diri menjadi Bodyguard
keluarga Pak Joko. Sejak pertama dirumah Babe Nurdin aku sudah menceritakan
maksud dan tujuanku ini, karena melihat Potensiku yang juga ingin memperoleh
banyak pengalaman jadi beliau merekomendasikanku kepadanya. Test pekerjaan ini
cukup mudah hanya disuruh melawan beberapa anak buah dia yang tergolong jago
berkelahi. Melihat potensiku mudah menjatuhkan anak buahnya tak banyak bicara
aku resmi jadi Bodyguard keluarganya. Saat ini aku diposisikan sebagai
Bodyguard anak gadisnya yang susah diatur. Maklum bagi seorang pengusaha besar
pasti persaingan usaha akan menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan
lawannya. Pak Joko memiliki empat orang Bodyguard untuk dirinya yang cukup
pengalaman di bidangnya, sedangkan istrinya juga sudah ada dua orang Bodyguard
pria dan wanita yang cukup terlatih. Kedua anaknya yang laki-laki tak
membutuhkan Bodyguard karena memang mempunyai anak buah yang cukup banyak
disisinya. Sedangkan anak bungsunya yang masih gadis tak ada lagi Bodyguardnya
karena sebulan yang lalu tewas tertusuk pisau dan kasusnya masih dalam
penyelidikan Polisi. Aku kira hal seperti ini hanya ada di Film Action tapi
ternyata di dunia nyata memang benar ada.
Malam itu aku
dikenalkan pada anak gadisnya bernama Shelly anak kuliah semester satu Fakultas
Hukum. Shelly merupakan gadis yang cantik, jutek, dan keras kepala. Mungkin
karena orang tuanya terlalu memanjakannya jadi kelakuannya seperti itu. Ketika
bertanya padaku nada suaranya Jutek dan ketika menjawab pertanyaanku nada
suaranya Sengak. Untuk pertama kalinya dalam hidupku merasakan kesal dengan
kelakuan wanita. Tapi demi pekerjaan ini aku harus lebih bersabar
mengahadapinya.
Pagi hari akhirnya tiba
untuk memulai pekerjaan yang baru bersama gadis jutek di dekatku. Aku segera
memanaskan mobil untuk mengantar Shelly ke kampus. Satu masalah besar datang,
aku tak paham jalan di Cirebon. Setelah siap kami berdua berangkat menuju
Kampus dengan segala pertanyaan tentang arah jalan akhirnya sampai juga di
Kampus. Muka Shelly tampak kusut karena ku banyak bertanya terhadapnya jadi
mulai kesal dan emosi dia. Tapi biarlah yang penting sekarang aku sudah tahu
jalan setidaknya tahu satu jalan ke kampus, haha. Ternyata aku harus menanti
sampai Shelly selesai kuliah jadi aku menunggu di tempat jualan es cendol dekat
parkiran mobil. Aku tak seperti Bodyguard Pak Joko yang memakai Pakaian Safari
saat bertugas tetapi aku memakai pakaian kasual dengan celana Levis dan kaos
oblong bewarna putih. Seperti masa-masa aku kuliah dulu gitu. Tak lama dari
arah kejauhan aku melihat Shelly bersama tiga rekannya, luar biasa mereka semua
tak kalah cantik dengan Shelly. Begitu bertemu denganku serentak aku di kira
pacar shelly. Tapi satu hal yang membuat aku menjadi salah tingkah ketika
teman-temannya mengatakan aku sangat tampan seperti Aktor Jepang. Memang aku
masih keturunan Jepang meskipun blesteran juga, hahaha. Mereka berempat minta
di antarkan menuju Mall untuk belanja. Hal yang paling membosankan dalam hidup
yaitu ketika menemani wanita belanja pasti ribet. Aku seorang Bodyguard tak ada
tantangan sama sekali ketika mengawal seseorang ke Mall. Aku lebih suka jika
mengawal ke tempat rawan jadi ada tantangan. Maklumlah aku sudah kangen memukul
orang lagi.
Aku terkejut melihat
mereka tak ada malu-malu atau segan terhadapku meskipun baru kenal beberapa jam
mereka seperti menganggapku sudah kenal bertahun-tahun. Mereka menggandeng
tanganku di kanan dan kiri sambil bermanja-manja hanya Shelly saja yang
tampaknya masih terlihat Jutek terhadapku. Mereka belanja banyak maklum mereka
semua anak orang kaya. Rini anak seorang Direktur Perusahaan besar, Chika anak
Anggota Dewan, dan Nia anak seorang Hakim. Mereka berempat memang sudah
bersahabat sejak SMA bahkan saat kuliah juga mengambil jurusan yang sama yaitu
Hukum. Diantara mereka yang paling agresif adalah Chika, seolah aku ini
pacarnya sampai di belikan pakaian dan jam tangan juga. Aku tak enak juga jika
menolaknya pasti kecewa jadi dengan senang hati aku terima. Setelah puas
belanja dan makan kami segera pulang dan mengantarkan teman-temannya Shelly
pulang berhubung mereka sudah janjian jadi teman-temannya sengaja tak membawa
kendaraan.
Kini aku dan shelly
hanya berdua dalam mobil menuju rumah, tapi setelah melewati hari ini tampaknya
Shelly mulai sedikit berubah mau tersenyum dan tidak pasang muka jutek lagi.
Dia juga berterima kasih padaku telah menemaninya untuk hari ini. Sampai
dirumah aku segera mandi dan istirahat agar besok tidak mengantuk saat bekerja.
Pagi hari buta seperti
biasa aku berlatih Karate Kyokushin, kebetulan di halaman samping rumah banyak
Bata, Batu, dan Papan bekas bangunan yang sudah tak terpakai. Aku bisa bebas
menghancurkannya sebagai latihan fisikku. Aku masih jauh dari kemampuan Ayah
dan Kakak maka aku harus melampauinya. Tendangan terbaikku “Mae Geri” akhirnya
bisa memecahkan papan tebal dan tumpukan batu bata. Lumayan sudah ada
perkembangan yang lebih baik daripada sebelumnya. Ototku semakin kencang saja,
meskipun aku tak pernah fitnes tapi dengan latihan Fisik Karate Kyokushin
membuat tubuhku menjadi Sixpact. Setelah latihan aku segera mandi dan sarapan
menunggu instruksi Pak Joko. Karena hari ini Shelly libur kuliah dan tak ada
agenda bepergian jadi aku juga dirumah menunggu instruksi Pak Joko. Hari ini
Pak Joko rupanya ada masalah serius mengenai lahan miliknya yang di patok warga
kampung sebelah sebagai lahannya. Tentu saja Pak Joko marah namun rupanya warga
itu yang mempunyai puluhan Massa merasa Pak Joko tak berani berbuat apa-apa.
Pak Joko mengumpulkan semua anak buahnya yang pria dan mengajak keempat
Bodyguardnya menuju lahan sengketa itu. Karena aku merasa bosan di rumah
terlebih lagi aku mendengar hal menarik yang mengarah pada pertarungan jadi aku
memutuskan untuk ikut. Awalnya Pak Joko melarangku untuk ikut namun karena aku
sedikit memaksa akhirnya di izinkan juga.
Kami berjumlah sekitar
27 orang menuju ke lokasi dengan bersenjatakan kayu. Tepat di lahan sengketa
sudah di tunggu warga yang berjumlah 30 orang lebih, tampaknya akan terjadi
perang ini. Pak Joko menunjukkan bukti surat tanah soal itu namun tampaknya
negosiasi itu tak berguna. Warga langsung menyerang kami dengan kayu dan
senjata tajam, namun pihak kami juga melakukan perlawanan. Aku berada di depan
Pak Joko sementara Bodyguardnya Melindungi dirinya dari berbagai sisi Belakang,
Kanan, Kiri, dan Depan. Dari arah kanan ada yang akan memukul Pak Joko tapi di
patahkan serangannya oleh Bodyguardnya yang bernama Asep. Ternyata kemampuan
Bodyguardnya cukup hebat juga tak asal pilih rupanya Pak Joko itu ketika
menyeleksi. Sedang asik melihat aksi Bodyguard Pak Joko tiba-tiba ada orang
yang mulai menyabet pedang ke arahku dan langsung mundur dengan reflek
mengindarinya. Dahsyat, serangan itu kearah leherku sungguh berniat membunuh
lawannya ternyata para warga itu. Amarahku mulai memuncak akibat serangan itu,
langsung kulancarkan serangan ke jidat kepalanya sampai bunyi tulang kepala
remuk bercucuran darah. Kali ini aku tak menahan diri lagi ini sudah menjadi
pertarungan hidup mati bagiku. Serangan berikutnya menggunakan balok kayu
langsung kutendang saja kayu tersebut dengan “Yoko Geri” hingga patah lalu ku
tendang menggunakan “Mawasi Geri” kerusuknya sampai patah, ada yang ingin
menyerang dari belakang reflek kakiku melakukan “Usiro Geri” ke lehernya hingga
jatuh tersungkur. Aku kira lehernya patah karena bunyinya seperti tulang patah.
Aku tak peduli soal nyawa mereka karena aku tak ada pilihan, ketika orang lain
ingin membunuhku maka aku harus membunuhnya terlebih dahulu.
Sebanyak tujuh orang
sudah kujatuhkan dengan Fatal, namun aku belum tahu apakah korbanku tewas atau
tidak. Rupanya kerusuhan ini ada yang melaporkannya dan Polisi segera datang ke
lokasi untuk mengamankan situasi. Pihak warga banyak korban sekitar 20 orang
yang kritis sedangkan dari pihak kami terdapat 8 orang kritis akibat sabetan
senjata tajam dan tertusuk pisau di pinggang. Kami semua di amankan oleh Polisi
untuk penyelidikan lebih lanjut. Tak lama dari itu Kakeknya Shelly yang
merupakan ayahnya Pak Joko datang ke kantor polisi masih menggunakan Seragam
TNI berpangkat Kolonel. Tak kusangka Pak Joko adalah anak dari seorang Perwira
TNI. Ternyata hubungan mereka memang tak baik sejak lama. Setelah di usut selama
berjam-jam di kantor akhirnya kami pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan aku
memikirkan kejadian tadi yang sangat menegangkan tapi seru. Rasa takut
sedikitpun sudah tak ada dalam diriku jadi situasi apapun yang berbahaya
sekalipun aku selalu tenang menghadapinya. Mendengar cerita para Bodyguard
selama di perjalanan seru juga tentang apa saja yang di lakukan mereka selama
perang tadi, ada yang menusuk pisau ke punggung korbannya, ada juga yang
mematahkan tangan lawan, dan ada juga memukul kepala lawannya menggunakan kayu.
Salah satu dari Bodyguard Pak Joko ada yang terkena tusukan pisau di pinggang
bagian belakang dan sekarang masih berada di Rumah Sakit.
Kejadian itu membuat
aku semakin semangat berlatih Karate Kyokushin karena Kemampuan bela diri pasti
banyak manfaatnya kelak. Kejadian itu untungnya tak di dengar oleh wartawan
jadi semuanya bisa di selesaikan dengan cepat hanya kami, warga kampung
sebelah, dan polisi yang tahu. Sejak hari itu semuanya berjalan baik-baik saja.
Hari ini sudah sebulan
aku menjalani profesiku sebagai Bodyguard anak bos, saatnya menerima gaji. Sejak
awal aku tak pernah membahas mengenai Salary yang terpenting di terima bekerja terlebih dahulu. Aku menerima amplop
gaji yang lumayan tebal berikut rinciannya. Aku terkejut karena di luar
perkiraanku, aku mengira kerjaan seperti ini hanya di gaji sekitar 3 juta saja
tapi ternyata aku di gaji sebesar 6,4 juta. Angka yang sangat besar bagiku.
Memang Pak Joko usahanya sangat makmur tiap bulan penghasilannya bisa mencapai
puluhan juta bahkan ratusan juta jadi untuk menggaji karyawannya di atas
rata-rata itu bukan hal yang membebani baginya. Pak Joko merupakan Bos yang
baik, seluruh biaya pengobatan akibat perang kemarin semua di tanggung beliau
juga di tambah uang sakit yang lumayan besar. Hal ini yang membuat anak buahnya
sangat setia pada Pak Joko bahkan rela berkorban demi dirinya. Aku off kerja
setiap hari Minggu sedangkan Sabtu tergantung instruksi Pak Joko saja. Minggu
ceria saatnya aku untuk bermain dan belanja apa yang ingin kubeli dengan gaji
pertamaku,haha. Pagi itu aku berpamitan dengan Pak Joko dan Istrinya tapi
tiba-tiba Shelly datang dan ingin ikut aku main. Orang tua shelly tak pernah
sanggup melihat kekecewaan shelly jadi apa yang di inginkan terpaksa di penuhi.
Awalnya aku ingin berjalan naik motor minjam kawan karyawan kebun Pak Joko tapi
karena Shelly ingin ikut jadi aku disuruh bawa mobil saja. Dengan senang hati
kami berangkat main tapi karena hari ini milikku jadi Shelly ingin mengikuti
aku kemana saja. Aku ingin ke pantai karena sudah lama tak pernah melihat
pantai, dengan tujuan ini ternyata Shelly sangat antusias ikut denganku.
Beberapa jam berkendara
akhirnya sampai juga di pantai kejawanan, begitulah sebutan pantai ini bagi
warga sekitar. Aku dan shelly bermain air di pantai yang dangkal. Sungguh
menyenangkan berada di pantai yang sejuk seperti ini. Di pinggir pantai juga banyak
berjualan makanan, kebetulan juga ada yang menjual Seafood jadi tak banyak
bicara langsung aku pesan dua porsi. Rasa ikan, kepiting, dan udangnya memang
menggugah rasa di lidah. Sungguh kenikmatan yang sudah lama tak aku rasakan
lagi.
Hari mulai sore kami
berdua meninggalkan pantai tersebut dan menuju area belanja. Aku ke toko pernak
pernik yang biasa menjual pisau berbagai model. Namun, aku membeli beberapa
Shuriken (bintang ninja) dan Pisau Lempar. Bagiku alat bela diri adalah tangan
dan kakiku serta kepala namun dalam menghadapi situasi lawan yang menggunakan
senjata api aku harus selalu siap menanggulanginya. Karate Kyokushin memang di
fokuskan pada pertarungan tangan kosong tapi aku dan kakak juga tetap di
ajarkan ayahku dulu menggunakan berbagai senjata tajam, tongkat, dan senjata
api. Kakekku seorang Tentara Jepang yang terbaik di Angkatannya menjadi Sniper
pada perang dunia II jadi segala kemampuan intelijen, menembak, dan bertahan
hidup yang di miliknya diwariskan pada Ayahku dan kini telah di wariskan
kepadaku. Saat masih SMA aku sudah cukup ahli menggunakan pistol revolver dan
FN. Ketika aku kuliah sudah mampu menembak dengan tepat menggunakan Senapan
Runduk OSV-96 lho. Semua di ajarkan ayah saat di Okinawa. Jadi meskipun tak
menggunakan senjata api juga untuk melumpuhkan lawan yang menggunakan senjata
api kita bisa menggunakan senjata tajam lempar.
Kami tiba dirumah pada
pukul 21.00 dengan membawa berbagai belanjaan Shelly. Aku tak langsung tidur
tapi menjahit pakaianku untuk di modifikasi agar bisa menyimpan senjata lempar
yang tadi kubeli itu. Lemparan aku menggunakan pisau ataupun shuriken sudah
terlatih sejak lama tapi jika kita melihat prosesnya sangat panjang. Aku saja
baru bisa menguasai senjata lempar hingga mahir membutuhkan waktu dua tahun
berlatih setiap hari. Waktu yang cukup lama bukan, tapi hasil memang tak akan
menghianati proses. Jika ada kemauan pasti bisa di kuasai dengan baik. Prinsip keluarga
kami adalah ketika berlatih sesuatu harus sampai tuntas di kuasai tidak boleh
setengah jalan. Kini senjataku sudah rapih tersimpan dibalik celana levis dan
jaketku jadi tak begitu khawatir lagi menghadapi lawan bersenjata api
sekalipun.
Hari demi hari aku
lewati dengan rasa nyaman bersama keluarga Pak Joko, tak terasa sudah 7 bulan
berjalan. Akan tetapi, selama itu juga aku belum pernah bertemu kedua anak
laki-lakinya Pak Joko. Mereka berdua memang jarang pulang karena bekerja yang
jauh. Pada malam jumat tepatnya pukul 22.30 aku mendengar jeritan Shelly dari
jauh, dengan cepat aku hampiri suara itu. Aku tinggal beberapa meter dari rumah
Pak Joko dan langsung berlari ke arahnya. Aku melihat dengan cara
mengendap-endap ada enam orang Pria berbadan besar menggunakan tutup muka semua
menyerang Pak Joko dan Istrinya dan menyandera Shelly. Aku lihat beberapa
karyawan kebun Pak Joko sudah terkapar penuh darah sedangkan Tiga Bodyguard Pak
Joko sudah posisi terikat dengan luka lebam dan berdarah di mukanya. Salah satu
dari mereka membuka tutup muka dan ternyata pemimpinnya tidak lain Pak Beni pesaing bisnis Pak Joko. Konon ceritanya usaha Pak Beni mengalami
kemunduran hampir bangkrut karena banyak pelanggannya beralih kerja sama dengan
Pak Joko. Dendam inilah yang sepertinya pemicu perkara ini. Pak Beni
mengeluarkan sepucuk senjata api ke arah leher Pak Joko sambil menghajarnya.
Sementara itu Pak Beni menyuruh anak buahnya memperkosa Shelly di depan mata
orang tuanya. Emosiku langsung meningkat yang ada di pikiranku hanyalah
membunuh mereka semua. Aku ambil langkah yang tepat, ku cabut suriken dan pisau
lemparku dengan cepat ku lempar kearah kepala Pak Beni. Karena Pak Beni
bergerak jadi pisauku menancap di bahu kanan nya tapi tetap menjatuhkan pistol
di genggamannya. Lalu shuriken ku lemparkan lagi ke arah salah satu pemuda yang
mendekati Shelly tadi. Dengan cepat aku lakukan serangan sekuat tenaga kekaki
pelaku hingga patah, seranganku tanpa henti kehantamkan semua pukulan dan
tendanganku terhadap semua lawanku hingga bersimbah darah. Melihat anak buahnya
sudah terkapar semuanya Pak Beni melarikan diri tapi tak aku kejar karena aku
ingin menyelamatkan Pak Joko terlebih dahulu dengan melepaskan ikatan talinya. Ketiga
Bodyguard Pak Joko segera bangun dan mengikat para pelaku dengan tali. Dengan
nada emosi Pak Joko memerintahkanku untuk mengejar Pak Beni dan membunuhnya.
Karena aku juga khawatir Pak Beni akan kembali lagi untuk balas dendam maka
perintah itu aku turuti tanpa pikir panjang. Aku sangat takut juga jika Shelly
sampai di perkosa seperti apa yang akan dilakukan mereka tadi terhadapnya. Aku kejar
Pak Beni sampai di dekat hutan. Fisikku jauh lebih terlatih daripada dirinya
untuk urusan lari berjam-jam sudah sering kulakukan beda dengannya yang sudah
lelah berlari jauh. Aku dekatkan dia dengan niat membunuh. Pak Beni terus
memohon ampun kepadaku dan akan membayarku tiga kali lipat bahkan sepuluh kali
lipat dari bayaran Pak Joko. Langsung saja ku tendang “Mae Geri” keperutnya dan
kupegang kepalanya dari belakang, ku tarik nafas panjang lalu kupatahkan
lehernya dengan brutal hingga keluar darah dari hidung dan mulutnya. Pembunuhan
pertama yang sengaja aku lakukan ketika bukan sedang pertarungan mematikan. Kebetulan
hutan tempat aku membunuh Pak Beni dekat dengan sungai, kubuang saja mayatnya
tak lupa ku ambil kalung yang identik dengannya.
Aku kembali kerumah Pak
Joko dan memberikan kalung Pak Beni tadi. Aku menceritakan bahwa aku telah
membunuhnya dngan cara tragis. Sementara itu anak buah Pak Beni tak ada satupun
yang tewas. Masalah belum cukup sampai disini, ini kasus pembunuhan tunggal
yang aku lakukan. Antara senang atau sedih Pak Joko berpikir sejenak dan
menyuruhku untuk melarikan diri jika mau atau tetap tinggal disini bertanggung
jawab bersama. Pak Joko bersedia bertanggungjawab juga terlebih dia yang
memerintahkanku untuk membunuhnya. Jika aku membunuh di rumah Pak Joko saat
kejadian berlangsung mungkin aku tak begitu khawatir karena ada alasan pembenar
membela diri dan kehormatan tapi faktanya aku membunuh di tempat lain atau
sengaja ingin membunuhnya. Aku tak ingin melihat Shelly sedih jika harus
melihat Ayahnya di penjara jadi aku putuskan untuk melarikan diri sendiri dan
menanggung beban ini sendiri. Shelly memeluk erat sambil menangis, dia tak rela
aku pergi dan menanggung semua beban ini sendiri. Tapi aku tak menyesal karena
sudah menyelamatkan keluarga ini terlebih lagi kehormatan Shelly masih
terlindungi. Pak Joko masuk ke dalam rumah sejenak dan begitu keluar dia
memberikanku amplop coklat yang berisi uang cukup banyak untuk bekal di jalan.
Pak Joko juga memberikan alamat sahabatnya untuk pelarianku yaitu di Palembang.
Perjalananku selanjutnya menuju dunia yang semakin kelam sudah di depan mata.
Kasih sayang terhadap seseorang tak bisa di nilai dengan uang ataupun nyawa
sekalipun, ketika kita memiliki kasih sayang terhadap seseorang maka apapun
pasti kita lakukan. Selamat Tinggal Jawa ... Selamat Datang Sumatera... Tunggu
Pengalamanku Selanjutnya!